Media HSE ™ | Pusat Informasi Terpadu K3

Rabu, 17 April 2019

Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.

Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya.

Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terh
adap proses.

Dewasa ini pembangunan nasional tergantung banyak kepada kualitas, kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan produktivitas dan daya saing yang baik agar dapat berkiprah dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah satu faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia kerja.

Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. 


Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja

c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

Pentingnya Belajar Ilmu K3 dan Manfaat Mengetahui Korelasi Positif Antara K3 Dengan Peningkatan Produktivitas

K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan.
Korelasi K3 dan Produktivitas Kerja
Korelasi K3 dan Produktivitas Kerja
K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.

Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator.

Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja.

Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.

Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan.

Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda.

Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi.

Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya.

Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.

K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3.
Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3.

Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.

Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.

Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Waspadai Bahaya Gas Beracun "Tidak Berwarna namun Berbau Seperti Telur Busuk" bernama Hidrogen Sulfida. Ini Penjelasannya!

Media HSE - Hidrogen sulfida, H2S, gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen disebut aktivitas abaerobik, seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.

https://mediahse.blogspot.com/2014/10/racun-gas-hidrogen-sulfida.html
Alat pendeteksi gas beracun
Nama lain hidrogen sulfida adalah sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). Serikat Internasional Mengenai Kimia Murni dan terapan IUPAC menberima penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana". Kata sulfana digunakan lebih eksklusif untuk penamaan campuran yang lebih kompleks.

Sekilas soal IUPAC atau International Union of Pure and Applied Chemistry. Organisasi ini diakui terutama berotorisasimengembangkan stan dard an penamaan penamaan unsure dan senyawa kimia. Melalui Komite Antardivisi untuk Tatanama dan Simbol (Interdivisional Committee on Nomenclature and Symbols). Organisasi ini juga sebagai anggota International Council for Science (ICSU).

Dari sudut pandang sifat kimianya, hidrogen sulfida merupakan hidrida kovalen yang terkait dengan air (H2O). Kalau kita pernah belajar kimia maka kita tau bahwa oksigen dan hidrogen berada dalam golongan yang sama di sistem (table) periodik.

Hidrogen sulfida adalah golongan asam lemah. Terpisah dalam larutan mengandung air (aqueous) menjadi muatan positi atau kation hidrogen H+ dan muatanb negative anion hidrosulfid

HS−: H2S → HS− + H+

Ka = 1.3×10−7 mol/L; pKa = 6.89.

Ion sulfid, S2−, bisa dalam bentuk padatan tetapi tidak di dalam larutan larutan mengandung air (aqueous) atau oksida.

Itulah sekilas pelajaran kimia waktu kita di sekolah lanjutan. Dan menjadi dasar memahami kimia di tempat kerja. Pemahaman yang merupakan kompetensi setiap petugas AK3. Tidak ada kecuali karena menjadi keharusan. Keharusan untuk menjadi percaya diri dan bertindak profesional. Inilah nikmatnya menjalani profesi K3. Ilmunya sangat luas.

Sifat dasar untuk menjelaskan dan mendefinisikan sifat suatu gas ada 8.

Inilah Sifat Gas Sulfida

1. Warna (Color) Gas tidak b erwarna. Gas ini Nampak pada kondisi tertentu seperti pecahnya pipa bertekanan tinggi yang beraliran gas ini dan awan gas ini bisa kelihatan. KArena sifatnya beracun maka kita tidak boleh menontonya bila terjadi keajadian.

2. Bau (odor) Berbau t elur busuk. Akan segera hilang karena daya cium manusia beradaptasi

3. Berat Jenis Uap (Vapor Density) Lebih berat dari udara dan akan tetap berada di permukaan bawah.

4. Titik Didik (Boiling Point) Titik didihnya sekitar -60oC atau -76oF. Artinya gas ini tetap berwujud cairan atau gas. Kebanyakan wujudnya berbentuk gas.

5. Batas Meledak (Explosive Limit) Rentang eksplosifnya berkisar anatara 4.3% - 46% volume gas per volume udara (v/v). Gas ini tidak hanya sangat beracun tetapi juga eksplosif.

6. Temperatur Penyalaan (Ifnition Temperature) Temperatur yang rendah diperlukan untuk tetap bisa terbakar.

7. Keterbakaran (Flammability) Gas ini akan terbakar ketika bercampur dengan udara (oksigen). Warna apinya biru. Menghasilakan sulphur dioksida SO2 yang juga sangat beracun terhadap karyawan.

8. Kelarutan (Solubility) Gas ini akan larut atau bercampur dengan cairan seperti cairan pengeboran, air laut, dan produk-produk minyak. Gas ini tetap bercampur dengan cairan itu sampai diagitasi (diaduk), dan g as ini akan keluar ke atmosfir (lingkungan kerja).

Karakteristik gas hidrogen sulfida:

1. FATAL – saat gas ini terhirup pada konsentrasi 500ppm atau terdeteksi di gas detector kita Sekitar 0,5 %

2. Lebih berat dari udara – tetap tinggal di tempat paling bawah.

3. Tidak berwarna – tidak kelihatan.

4. Terdispersi atau menyebar – dengan mudahnya oleh adanya tiupan angin atau blower atau Udara mengalami pergerakan

5. Terbakar – ketika ada panas yang memadai gas ini akan menyala dengan nyala berwarna biru. 6. Berbau-Jumlah kecil saja sudah bisa tercium seperti bau busuk telur. Mesikupun konsentrasi rendah gas ini segera akan menyebabkan penciuman terganggu. Akhirnya penciuman kita tidak bisa merasakannya. Karena itu: JANGAN PERCAYA INDRA PENCIUMAN UNTUK MENDETEKSI ADA TIDAKNYA GAS INI!

7. Korosi – gas ini segera mebuat korosi dengan cepatnya pada logam-logam tertentu. .Menyebakan logam segera rusak (fatig)

8. Terlarut – larut dalam air, hidrokarbon cair, dan cairan-cairan lain yang ditemui di industry gas dan minyak Juga membeku atau tetap berada di dalam cairan tersebut sampai keluar jika diaduk 9. Mematikan – gas ini lebih meatikan ketimbang gas-gas lain yang kita kenal seperti karbon monoksida, data mematikannya bisa 5-6 kali.

Semoga dengan adanya artikel ini, kita bisa mendeteksi bahaya gas beracun Hidrogen Sulfida ini.

Selasa, 16 April 2019

Pekerja Adalah Aset Yang Sangat Berharga Berwujud Manusia Biasa, Dia Bukan Superman!!

Sepertinya perusahaan ini menganggap para pekerjanya seperti superman.


Itulah kenyataan yang terjadi di sebuah perusahaan konstruksi atap di California, Amerika Serikat. Entah karena menganggap para pekerjanya memiliki kekuatan bisa terbang seperti superman, atau entah alasan apapun, perusahaan tersebut membiarkan para pekerjanya bekerja di ketinggian 5-6 meter untuk mengerjakan pekerjaan pemasangan atap tanpa dilengkapi Alat Pelindng Diri (APD) seperti Full Body Harness dan Safety Lines.

Beberapa kecelakan terjadi pada para pekerja yang sering bekerja di ketinggian itu. 11 Mei 2006, seorang pekerja tewas ketika sedang bekerja pada ketinggian 6,4 meter tanpa APD. 4 bulan kemudian pada tanggal 21 Septmber 2006, seorang pekerja terjatuh hingga mengalami trauma pada kepalanya, ketika sedang bekerja pada ketinggian 5,7 meter , lagi lagi tanpa APD.

Pemilik dan manager perusahaan konstruksi atap tersebut harus menanggung akibat melanggar undang undang California yang mengharuskan memakai APD dan sarana pengaman saat bekerja di ketinggian 5-6 meter. Sang pemilik didenda sebesar 248.000 US Dolar. Yang paling menggenaskan, keduanya harus meringkuk dibalik jeruji besi.

Para rekan kerja kita yang bekerja di ketinggian bukan Superman yang bisa terbang dari ketinggian. Segera ingatkan mereka untuk bekerja di ketinggian dengan aman dengan mengikuti beberap tips berikut ini:

• Gunakan Full Body Harness & Safety Line
• Dapatkan surat izin kerja sebelum mulai bekerja
• Pasang Jaring Pengaman dibawah lokasi pekerjaan
• Pastikan Keamanan Lantai kerja
• Gunakan penerangan yang cukup

Semoga kita dan seluruh rekan kerja kita selalau berperilaku aman dan selamat dalam bekerja.

sumber : http://www.lorco.co.id/workingatheight.html

Selasa, 11 Desember 2018

Inilah 5 Program Penting Dalam Manajemen Risiko di Industri Kimia

Media HSE - Dalam artikel-artikel sebelumnya tentang pemahaman risiko dan konsep manajemen risiko sudah dijelaskan pokok-pokok penting dalam sistem manajemen risiko. Disini akan dijelaskan secara ringkas 5 program penting dalam menerapkan manajemen risiko pada industri kimia.

Inilah 5 Program Penting Dalam Manajemen Risiko di Industri Kimia
Inilah 5 Program Penting Dalam Manajemen Risiko di Industri Kimia
Meskipun 5 program ini dikembangkan berdasarkan pengalaman di industry kimia, namun juga dapat diterapkan pada jenis industry lain.

Program 1: Perencanaan

Dalam mengembangkan manajemen risiko diperlukan perencanaan yang baik yang meliputi hal-hal berikut:
  • Menetapkan sasaran yang ingin dicapai
  • Melakukan evaluasi terhadap persyaratan yang dibutuhkan
  • Membuat atau menetapkan kebijakan perusahaan dalam manajemen risiko
  • Mengadopsi guideline toleransi risiko
  • Merencanakan program manajemen risiko
Program 2: Analisis Risiko

Analisis risiko adalah proses pengumpulan data dan sintesa informasi untuk mendapatkan pemahaman tentang risiko dari suatu perusahaan. Dalam melakukan analisis risiko diperlukan tahapan-tahapan berikut, yaitu:
  • Menentukan teknik analisis risiko yang sesuai atau tepat. Terdapat berbagai teknik analisis risiko yang dapat digunakan, namun pemilihan metode yang tepat akan menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat.
  • Mengidentifikasi bahaya disemua area operasi.
  • Melakukan estimasi risiko dari bahaya yang sudah di identifikasi sebelumnya.
  • Mengidentifikasi risiko-risiko besar / major yang dapat menimbulkan bencana bagi perusahaan.
  • Melakukan studi sensitivitas dari risiko yang ada.
Program 3: Kontrol

Setelah melakukan analisis risiko, maka akan didapatkan gambaran risiko yang ada secara keseluruhan. Hasil analisis risiko dapat berbentuk kualitatif ataupun kuantitatif tergantung dari teknik atau metode yang digunakan. Analisi risiko juga akan memberikan gambaran tingkat risiko dari berbagai potensi bahaya yang ada. Dalam tahapan kontrol ini, kita dapat menentukan risiko mana yang akan diprioritaskan untuk dikontrol atau semua potensi risiko akan dikontrol. Dalam sistem kontrol ada beberapa program yang harus dijalankan, yaitu:
  • Melakukan identifikasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan tingkat risiko.
  • Melakukan evaluasi terhadap opsi-opsi program pengurangan risiko.
  • Menentukan life cycle cost untuk opsi-opsi program pengurangan risiko.
  • Menentukan program pengurangan risiko yang paling efektif baik dari sisi biaya maupun pelaksanaan.
Program 4: Monitoring

Monitoring atau pengawasan adalah komponen yang sangat penting dalam penerapan sistem manajemen risiko. Tujuan dari pengawasan adalah untuk memastikan bahwa program yang sudah direncanakan berjalan sebagaimana mestinya. Monitoring dapat dilakukan dalam bentuk audit dengan tahapan sebagai berikut:
  • Mengembangkan program audit.
  • Mengimplementasikan program audit.
  • Memberikan umpan balik dari temuan hasil audit.
  • Mengidentifikasi perubahan yang membutuhkan dilakukannya analisis risko ulang.
Program 5: Komunikasi

Meskipun program kominikasi ditempatkan pada urutan paling akhir, namun pada pelaksanaanya program komunikasi sudah dimulai sejak awal perencanaan. Keberhasilan dari manajemen risiko juga sangat ditentukan oleh program komunikasi ini. Ada beberapa bentuk komunikasi yang harus dilakukan, yaitu:
  • Memberikan informasi kepada semua level manajemen untuk mendapat dukungan serta keterlibatan mereka.
  • Mengkomunikasikan semua program manajemen risiko kepada semua level yang ada dalam perusahaan.
  • Semua dokumen program termasuk SOP, Kebijakan dan laporan analisis risiko harus dibuat dalam format yang mudah dimengerti.
  • Memberikan tekanan terhadap keterbatasan atau asumsi-asumsi yang dibuat.
Untuk mengembangkan program-program manajemen risiko tersebut diatas, diperlukan pemahaman yang baik dan tepat terhadap risiko yang ada. Untuk mendapatkan pemahaman dari risiko yang ada, maka analisis risiko harus didasari oleh pengetahuan bahaya proses baik.

Ada tiga pertanyaan dasar yang dapat digunakan untuk memahami risiko, yaitu:

1. What can go wrong?.
Fondasi dalam melakukan analisis risikonya adalah metode analisis yang digunakan.

2. How likely is it?
Fondasi dalam melakukan analisis risikonya adalah pengalaman historis kecelakaan.

3. What are the impacts? Fondasi dalam melakukan analisis risikonya adalah pengetahuan dan intuisi.
Kedalaman analisis risiko dapat bervariasi, tergantung dari potensi bahaya yang ada.

Adakalanya analisis risiko sederhana sudah cukup memadai untuk menentukan tingkat risiko dari suatu potensi bahaya, naman adakalanya diperlukan analisis risiko yang rumit atau kuantitatif untuk menentukan tingkat risiko dari potensi bahaya lain.

Semoga artikel mengenai 5 Program Penting Dalam Manajemen Risiko di Industri Kimia ini bisa bermanfaat dan diterapkan juga di tempat kerja Anda.